Minggu, 12 Februari 2012

cerita-cerita diri 1


Kadang aku pernah berpikir untuk menceritakan suatu hal yang menarik, tapi terkadang hal itu tidak bisa untuk dituliskan, selalu ragu. Aku tidak bisa untuk memulai apalagi mengakhiri. banyak cerita-cerita masa kecilku yang hanya terlewat begitu saja, mulai dari nenek ku yang mendongeng “bujang jibun” yang mempunyai ayam jago yang akhirnya menjadi batu dibawah jembatan buwai (gantung), sepupuku yang tidak henti menceritakan kancil nakal yang cerdik demi membujukku untuk tidur dirumah nya satu malam. Belum lagi cerita asam manis masa SMP ku yang penuh malu-malu melugu, mencinta ala jenaka, dan bertualang yang tak terhalang. Juga ada masa STM di kota padang yang lain lagi. Ketika aku berusaha menyesuaikan benturan budaya dan bahasa dari kampong ke kota, semua penuh dengan canda tawa. Dimana ketika anak-anak SMA ingin menunjukan eksitensi dirinya (terutama kepada wanita), tapi tidak untuk kami di stm, yang tidak memiliki teman wanita, jikapun ada tetap dipertanyakan kewanitaannya, karena berpenampilan dan tenaga melebihi laki-laki.
Aku pernah ingat kejadian kecil, ketika razia rambut yang dilakukan di sekolah ku stm. Stm ku merupakan salah satu stm favorit di kota padang, dibagi menjadi lima jurusan yaitu, otomotiv, mesin, elektro, listrik dan bangunan. Dan peraturan di sekolah ini cukup ketat, terutama sekali mengenai masalah penampilan seperti pakaian, rambut dan sepatu. Karena memang masanya puberitas rata-rata siswanya banyak yang melanggar itu, tidak terkecuali juga buatku. Aku selalu ingin tampil beda dengan yang lain, yang salah satu caranya memanjangkan rambut walaupun sati senti dari teman yang lain, dan aku selalu bangga dengan penampilan itu.
Razia penampilan di stm selalu rutin, tetapi itu Cuma di pagi hari saja, jam tujuh dan ketika bel pertama berbunyi. Karena sekolah ini menerapkan sistem masuk kelas seperti perkuliahan artinya tiap kelas jam masuknya berbeda dengan kelas lain (memiliki jadwal dan ruangan yang berbeda antar kelas tiap hari).
Suatukali, ketika kelas ku dapat jadwal pagi dan pas hari senin yang mana hari itu selalu dilaksanakan upacara rutin mingguan penaikan bendera. Aku sengaja datang agak telat agar ketika upacara aku bisa masuk lingkungan sekolah melalui pintu belakang, kalaupun dikunci biasanya memanjat pagar belakang, dan harus teliti karena memang akan ada beberapa guru bertugas menjaga tempat itu. Aku telah biasa melakukan hal seperti ini dan selalu berhasil, tapi berbeda untuk hari ini. Ketika mau memasuki kawasan sekolah, aku mulai berhati-hati, melirik kiri-kanan, seperti seorang anak yang mau maling. Aku berjalan pelan mendekati pagar yang mau dipanjat, sebelumnya sempat melihat pintu gerbang belakang telah dikunci. Mengetahui suasana aman, ketika mau ku pegang ujung atas pagar dan kaki kanan telah bertumpu pada tembok yang sedikit bolong (dibolongkan tepatnya oleh siswa, agar mudah dalam memanjat masuk sekolah), tiba-tiba ada sosok tangan yang begitu kasar menempel di pundak ku, sebelumnya aku menyangka itu salah satu teman ku, memang di stm ini aku banyak memilki teman yang memiliki postur tubuh tambun (gede). Pas aku mau melepaskankan tangan nya dan menoleh kebelakang. Ternyata tepat dibelakang ku berdiri sosok yang begitu gede dibandingkan manusia normal, dengan kulit hitam rambut kriting kribo, berkumis tipis, Abdullah namanya merupakan salah satu guru yang mengajar disana dan biasa dijuluki “giring nidji” oleh semua siswa.
“mau kemana kamu?” kata belaiau memulai. Aku tidak bisa menjawab hanya diam dengan perasaan takut dan cemas. Takut karena pastilah aku akan dimarahi habis-habisan, rambut di potongnya, dan bisa saja orang tua ku dipanggil ke sekolah.
Akhirnya aku digiring menuju gerbang depan untuk di eksekusi yang mana disana tentu telah menunggu semua guru yang galak. Ya memang setiap selesai upacra akan diadakan razia besar-besaran, per anak akan dilihat penampilannya, dan semua guru terutama yang laki-laki pasti ikut berperan dalam kegiatan itu.
Ketika berjalan menuju gerbang depan pikiran ku kacau, aku membayangkan jikalau aku sampai ikut kedepan pastilah ini bukan pelanggaran ringan, selain rambutku korban, juga pasti aku mendapt surat perjanjian pelanggaran, tentu ini akan berimbas ke prestasi akademik ku (nilai raport), akhirnya sebelum sampai gerbang depan aku harus memilih dua opsi, pertama menyerah dan ikut ke gerbang depan dan menanggung segala resiko, kedua berusaha lari untuk menjauh dari guru tersebut.
Setelah ditimbang-timbang seperti pembeli barang bekas yang datang ke gang-gang rumah, aku memutuskan untuk lari dikarenakan juga aku berpikir bapak ini pasti tidak kenal siapa aku, karena baju ku juga tidak ada nama, yang ada Cuma alokasi dan lambang jurusan di kiri-kanan bajuku. Kalaupun dicari ke jurusan ada ratusan anak yang se jurusan tentu itu tidak mudah, juga karena di stm semua anak rata-rata berbentuk sama seperti, tidak tinggi, tidak gemuk (kerempeng), dan kulit itam, pokoknya rada-rada mirip tukang ojek.haha
Aku sentakan tangan bapak “giring” yang megang pundaku, tangannya lepas aku berbalik dan lari sekuat tenaga, aku tau bapak itu sudah tua dan tidak akan sanggup mengejarku. Pas setelah melewati pak giring tersebut ternyata di belakang beliau masih ada satu guru lagi yang sebelumnya aku tidak lihat. Dia (siguru ke-2) mencoba menangkapku, tanpa pikir panjang aku berusaha mengelak dengan sedikit menundukan badan dan melayang kan kepala kearah samping bapak tersebut, seperti seorang striker lagi menggocek bek lawan agar mendapatkan peluang untuk menggolkan bola. Dengan sedikit tersentuh lenganku akhirnya aku melewati si bapak kedua itu juga, dan aku langsung berlari sekuat tenaga semampuku menuju kosan dan tidak berniat sama sekali untuk sekolah hari itu.
Ya begitulah salah satu cerita dari banyak kisah yang aku lalaui selama di stm di kota padang. Memang cerita-cerita basi yang tidak memilki arti, tetapi sungguh bermakna besar bagiku.
Jogja, 12 februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar